Ketua Komisi VI DPR Pertanyakan Komitmen Pemerintah Selamatkan Garuda
RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Pemerintah dan manajemen maskapai penerbangan PT Garuda Indonesia harus lebih terbuka dan bertindak cepat dalam menentukan pilihan penyelamatan perusahaan transportasi udara nasional plat merah tersebut guna menghindari kemerosotan kinerja keuangan yang lebih parah.
“Garuda harus terbuka dan cepat mengambil pilihan yang ada seperti renegosiasi dengan pihak leasing pesawat (leasor),” ujar Ketua Komisi VI DPR Faisol Riza, pengamat penerbangan Hendra Soemanto dan praktisi media Eko Cahyono, dalam diskusi bertajuk “Garuda Indonesia Anjlok, Bagaimana Upaya Penyelamatan BUMN di Era Pandemi?” di Media Center DPR RI, Kamis (17/6/2021).
Menurut politisi PKB itu, perusahaan plat merah tersebut bisa mengurangi beban utangnya melalui proses negoisasi. Likuidasi bukan solusi satu-satunya untuk menyelesaikan persoalan keuangan yang dialami Garuda. Masih banyak badan usaha milik negara atau BUMN yang memiliki masalah lebih besar dari Garuda, namun tidak sampai dilikuidasi.
Karena itu, Faisol juga meminta Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN untuk menyelamatkan Garuda dari kebangkrutan karena tanpa harus dilikuidasi. Sebagai national flag carrier, nilai penyelamatan yang diajukan Garuda termasuk kecil. Hanya saja Fasiol mempertanyakan komitmen pemerintah untuk menyelamatkan makapai milik negara itu.
“Terlalu gampang untuk menyelesaikan masalah Garuda hanya dengan likuidasi. Sementara itu, banyak BUMN yang bermasalah, rugi, dan efeknya besar tapi enggak dilikuidasi. Kok Garuda mau dilikuidasi,” ujar Faisol yang menyatakan setuju dengan rencana Kementerian BUMN untuk mengurangi beban operasional Garuda dengan memangkas jumlah komisaris menjadi tinggal dua atau tiga orang.
Namun, upaya itu saja dianggapnya tidaklah cukup. Dia menegaskan, Garuda perlu merancang skema penyelesaian masalah yang pasti, cepat dan transparan seperti mengurangi pengeluaran-pengeluaran tetap (fixed cost).
“Saya kira kita memerlukan gambaran dan skema yang lebih pasti karena ada fixed cost yang banyak sekali dan membebani,” katanya.
Hanya saja sampai saat ini, skema penyelamatan Garuda sama sekali belum dibahas oleh anggota dewan meski Komisi VI telah dua kali memanggil direksi Garuda untuk rapat dengar pendapat di Senayan.
Sementara itu, praktisi media Eko Cahyono menilai Garuda perlu mejelaskan ke publik terkait persoalan yang tengah dihadapi agar berbagai persoalan yang menyelimuti perusahaan itu bisa diselesaikan dengan cepat.
Eko juga setuju selain dilakukan perampingan manajemen Garuda, perlu dibangun citra New Garuda (Garuda Baru) untuk memulihkan kepercayaan para pemegang saham.
Sedangkan skema pemulihannya sangat bergantung pada Kemnterian Keuangan, bukan hanya pada Kemenneg BUMN saja.
Kendati demikian, Eko mengatakn dalam kondisi saat ini, tidak mudah bagi Garuda untuk bangkit karena pandemi Covid-19 masih mendera industri penerbangan dunia termasuk Garuda Indonesia.
Eko mengatakan, Garuda Indonesia tengah menanggung utang Rp70 triliun. Utang perusahaan disebut-sebut terus bertambah hingga Rp1 triliun setiap bulan akibat tunggakan pembayaran sewa pesawat kepada lessor dan biaya operasional lainnya.